Pertentangan Sosial & Integrasi Masyarakat
A. Perbedaan
Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar timbulnya
tingkah laku individu. Tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam
memenuhi kepentingannya. Ada 2 jenis kepentingan dalam diri individu yaitu
kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial/psikologis. Perbedaan
kepentingan itu antara lain:
1. Kepentingan
individu untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan
individu untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan
individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan
individu untuk memperoleh potensi dan posisi.
5. Kepentingan
individu untuk membutuhkan orang lain.
6. Kepentingan
individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya.
7. Kepentingan
individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8. Kepentingan
individu untuk memperoleh kemerdekaan diri
B. Prasangka dan
Diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi dua hal
yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan,
perkembangan, dan bahkan integrasi masyarakat. Kerugian prasangka melalui
hubungan pribadi dan akan menjalar bahkan melembaga (turun-temurun). Jadi
prasangka dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Perbedaan terpokok antara
prasangka dan diskriminatif adalah prasangka menunjukkan pada aspek sikap,
sedangkan diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan untuk
berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi.
Dalam konteks realitas, prasangka
diartikan: “Suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang
terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi. Diskriminatif merupakan tindakan
yang realistis”. Dapat disimpulkan bahwa prasangka itu muncul sebagai akibat
kurangnya pengetahuan, pengertian dan fakta kehidupan, adanya dominasi
kepentingan golongan atau pribadi, dan tidak menyadari atau insyaf akan
kerugian yang bakal terjadi. Tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial
tertentu di antara anggota sendiri dengan anggota kelompok luar.
Sebab-sebab terjadinya prasangka:
1. Pendekatan
Historis
Pendekatan ini berdasarkan teori
pertentangan kelas, menyalahkan kelas rendah di mana mereka yang tergolong
kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah
2. Pendekatan
Sosiokultural dan Situasional
a. Mobilitas
sosial: gerak perpindahan dari strata satu ke strata sosial lainnya. Artinya
kelompok orang yang mengalami penurunan status akan terus mencari alasan
mengenai nasib buruknya.
b. Konflik
antara kelompok: prasangka sebagai realitas dari dua kelompok yang bersaing.
c. Stagma
perkantoran: ketidakamanan atau ketidakpastian di kota disebabkan oleh “noda”
yang dilakukan oleh kelompok tertentu.
d. Sosialisasi:
prasangka muncul sebagai hasil dari proses pendidikan, melalui proses
sosialisasi mulai kecil hingga dewasa.
3. Pendekatan
Kepribadian
Teori ini menekankan pada faktor
kepribadian sebagai penyebab prasangka, disebut dengan frustasi agresi. Menurut
teori ini keadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah
laku agresif.
4. Pendekatan
Fenomenologis
Pendekatan ini ditekankan pada bagian
individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah yang
menyebabkan prasangka.
5. Pendekatan
Naïve
Bahwa prasangka lebih menyoroti obyek
prasangka tidak menyoroti individu yang berprasangka.
Prasangka bisa diartikan sebagai suatu
sikap yang terlampau tergesa-gesa berdasarkan generalisasi yang terlampau
cepat, sifat berat sebelah dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu
menyederhanakan terhadap suatu realita). Sikap berprasangka jelas tidak adil,
sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang di
dengar.
B. Prasangka dan
Diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi dua hal
yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan,
perkembangan, dan bahkan integrasi masyarakat. Kerugian prasangka melalui hubungan
pribadi dan akan menjalar bahkan melembaga (turun-temurun). Jadi prasangka
dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Perbedaan terpokok antara prasangka
dan diskriminatif adalah prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan
diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik
secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi.
Dalam konteks realitas, prasangka
diartikan: “Suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang
terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi. Diskriminatif merupakan tindakan
yang realistis”. Dapat disimpulkan bahwa prasangka itu muncul sebagai akibat
kurangnya pengetahuan, pengertian dan fakta kehidupan, adanya dominasi
kepentingan golongan atau pribadi, dan tidak menyadari atau insyaf akan
kerugian yang bakal terjadi. Tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial
tertentu di antara anggota sendiri dengan anggota kelompok luar.
Sebab-sebab terjadinya prasangka:
1. Pendekatan
Historis
Pendekatan ini berdasarkan teori pertentangan
kelas, menyalahkan kelas rendah di mana mereka yang tergolong kelas atas
mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah
2. Pendekatan
Sosiokultural dan Situasional
a. Mobilitas
sosial: gerak perpindahan dari strata satu ke strata sosial lainnya. Artinya
kelompok orang yang mengalami penurunan status akan terus mencari alasan
mengenai nasib buruknya.
b. Konflik
antara kelompok: prasangka sebagai realitas dari dua kelompok yang bersaing.
c. Stagma
perkantoran: ketidakamanan atau ketidakpastian di kota disebabkan oleh “noda”
yang dilakukan oleh kelompok tertentu.
d. Sosialisasi:
prasangka muncul sebagai hasil dari proses pendidikan, melalui proses
sosialisasi mulai kecil hingga dewasa.
3. Pendekatan
Kepribadian
Teori ini menekankan pada faktor
kepribadian sebagai penyebab prasangka, disebut dengan frustasi agresi. Menurut
teori ini keadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah
laku agresif.
4. Pendekatan
Fenomenologis
Pendekatan ini ditekankan pada bagian
individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah yang
menyebabkan prasangka.
5. Pendekatan
Naïve
Bahwa prasangka lebih menyoroti obyek
prasangka tidak menyoroti individu yang berprasangka.
Prasangka bisa diartikan sebagai suatu
sikap yang terlampau tergesa-gesa berdasarkan generalisasi yang terlampau
cepat, sifat berat sebelah dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu
menyederhanakan terhadap suatu realita). Sikap berprasangka jelas tidak adil,
sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang di
dengar.
C. Etnhosentrisme
Stereotype
Ethnosentrisme yaitu sikap untuk
menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran
kebudayaan sendiri. Sikap ini dianggap bahwa kebudayaan dirinya lebih unggul
dari kebudayaan lainnya.
Stereotype yaitu gambaran dan ajakan
ejek. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu
pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif sebagai akibat tidak
lengkapnya informasi dan sifatnya yang subyektif
D. Konflik dalam
Masyarakat
Konflik merupakan suatu tingkah laku
yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya,
misal kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang
paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup yang luas, yakni masyarakat:
1. Pada
taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk pada adanya pertentangan atau
emosi-emosi dan dorongan-dorongan antagonistic di dalam diri seseorang.
2. Pada
taraf kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi
dalam diri individu dari perbedaan-perbedaan anggota kelompok dalam tujuan,
nilai, norma serta minat untuk menjadi anggota kelompok.
3. Pada
taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan nilai dan norma kelompok
dengan nilai dan norma kelompok lain.
Tipe konflik ini timbul dari
proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul selama berlangsungnya
kehidupan suatu kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan
intensitas konflik pada berbagai tahap perkembangan kelompok. Adapun cara-cara
pemecahan konflik sebagai berikut:
1. Elimination:
Pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2. Subjugation
atau Domination: Orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat
memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
3. Majority
Rule: Suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan,
tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority
Consent: Kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa
dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan
bersama.
5. Compromise
(Kompromi): Kedua atau semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik,
berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6. Integration:
Pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah
kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua
pihak.
Usaha-usaha untuk menghindari
perbedaan-perbedaan dan untuk memendam konflik-konflik, tidak pernah berhasil
dalam waktu yang lama. Kesatupaduan di dalam perbedaan-perbedaan merupakan
suatu nilai yang menghargai perbedaan, yang menggunakan perbedaan-perbedaan
tersebut untuk memperkuat kelompok.
E. Integrasi
Masyarakat dan Nasional
Integrasi masyarakat dapat diartikan
adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu,
keluarga, lembaga-lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan Integrasi
masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di
dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik.
Dalam memahami integrasi masyarakat,
kita juga mengenal integrasi nasional, yaitu organisasi-organisasi formal yang
melalui mana masyarakat menjalankan keputusan-keputusan yang berwenang. Untuk
terciptanya integrasi nasional, perlu adanya suatu jiwa, asas spiritual,
solidaritas yang besar. Perlu dicari bentuk-bentuk akomodatif yang dapat
mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui 4 sistem:
Sistem budaya seperti nilai-nilai
Pancasila dan UUD 45.
Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva
sosial dalam segala bidang.
Sistem kepribadian yang terwujud sebagai
pola-pola penglihatan, perasaan, pola-pola penilaian yang dianggap pola
keindonesiaan.
Sistem organik jasmaniah, di mana nasion
tidak didasarkan atas persamaan ras
http://damardwi.blogspot.com/2010/11/pertentangan-pertentangan-sosial-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar